Halaman

Sabtu, 05 Januari 2019

Pengalaman Kuliah di Jurusan Sastra Inggris UPI

Hujambo, ikan! Udah 2019 aja nih. Tahun baru tentunya menandai perjalanan baru kita, ya ikan. Tapi, gak ada salahnya kan kalau di awal tahun ini, kita melakukan kilas balik mengenai masa lalu, belajar dari apa yang telah terjadi dengan tujuan untuk mencerdaskan hidup kita hari ini. Halah, apa coba! Intinya, di seri tulisan kali ini, saya pengen memilih beberapa pengalaman dari masa lalu saya nih yang mungkin pas untuk dibahas. Nah, mungkin aja, pengalaman kuliah saya di jurusan Sastra Inggris pas untuk dibagikan untuk kalian para ikan pembaca. Apalagi dalam beberapa bulan ke depan, calon-calon mahasiswa akan mulai memilih universitas dan jurusan yang akan mereka kunjungi selama 4 tahun ke depan. Okedeh, ikan!

Doaku supaya jadi artis


Pertama-tama, buat kalian yang mau daftar SNMPTN, SBMPTN, Ujian Mandiri, atau apalah itu namanya, terus sekarang lagi milih-milih jurusan kuliah dan di benak kalian terbesit, "eh kayaknya gue pengen pilih jurusan Sastra Inggris deh karena 1) emang suka sastra, 2) bukan jurusan favorit, atau 3) cari aman," tapi masih bingung-bingung gitu buat milih jurusan ini, berbingunglah. Karena saya sendiri juga masih bingung ama jurusan ini. Hahaha gak juga sih. Awalnya mungkin iya lah ya, soalnya kan masuk jurusan ini tuh pelarian, dibuang oleh jurusan pilihan saya si Hubungan Internasional (yang di lain waktu akan saya bahas karena entah gimana, taun depannya saya bisa ada di jurusan itu).

Tapi, secara garis besar, kalau menurut saya sih, selama kalian punya ketertarikan umum dalam menulis, membaca, atau berbicara, plus seneng berkontemplasi (mikir yang daleeeem banget gitu), gak usah bingung lagi sih, saya rasa jurusan sastra cocok lah buat kalian. Kenapa? Karena, berdasarkan pengalaman saya, pada intinya, ilmu yang dipelajari di jurusan sastra itu ya berkutat di hal-hal tersebut. Nah, buat jurusan Sastra Inggris sendiri, gak usah takut juga kalo kalian emang belum jago banget berbahasa Inggris. Di jurusan ini, kita lumayan belajar dari nol, kok. Kan, Maha Ikan pernah bilang, karena proses kuliah itulah kita akan menjadi ayam jago berbahasa Inggris (hah?).

Oh iya, sebelum masuk ke pengalaman kuliah saya nih, pengen ngingetin aja kalau jurusan Sastra Inggris itu bisa beda-beda ya dari satu universitas ke universitas lainnya, baik itu dari segi ilmu yang dipelajari sampai struktur perkuliahannya. Saya sendiri dulu kuliah di jurusan Sastra Inggris di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Jadi, pengalaman yang saya bagikan ini khusus mengenai jurusan Sastra Inggris di kampus saya tersebut, meskipun gak menutup kemungkinan ada banyak kesamaannya sama jurusan Sastra Inggris di kampus lain.

Oke, ikan, mari kita menelusuri 4 fase inti dari perkuliahan di jurusan Sastra Inggris...

Fase 1: Permulaan dan Adaptasi (Semester 1-3)
Hari pertama masuk kuliah bakalan lumayan kaget. Karena hampir semua dosen-nya udah pake full bahasa Inggris di dalem kelas. Kayanya emang biar kita terpacu di awal gitu. Padahal, sebenernya sih, di semester lanjutan nanti, beliau-beliau justru malah jadi lebih sering pake bahasa Indonesia. Iya, mereka-nya aja sih, karena kita-nya malah lebih dipacu lagi buat pake full bahasa Inggris.

Nah, kaget boleh, tapi gak usah takut sih sampe gamau kuliah, mending jadi YouTuber aja. Di semester-semester awal ini, mata kuliah-nya bener-bener bahasa Inggris tingkat dasar, kok. Kita belajar dari awal cara-cara berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris yang baik dan benar. Ini kita belajarnya di empat mata kuliah inti, yaitu Reading, Writing, Speaking, dan Listening. Empat mata kuliah inti ini dipelajari di 5 semester pertama, tapi untuk semester satu sampai tiga, tingkat kesulitan-nya masih cukup mudah. Konteks perkuliahan-nya juga masih dalam konteks umum (General Communication) atau sekadar bisnis (Professional Context) gitu.

Selain empat mata kuliah inti tadi, kita juga belajar dasar-dasar tatabahasa Inggris di kelas Grammar. Mata kuliah ini dipelajari selama 3 semester pertama, dan dibagi jadi tiga tingkatan gitu. Hampir semua ilmu yang udah kita pelajari di SMA tentang tatabahasa Inggris bakal diulang lagi di mata kuliah ini, dan lalu diperdalam. Mata kuliah dasar lainnya yang dipelajari selama fase pertama ini adalah Pronunciation Practice, dimana kita bakal belajar cara mengeja dengan akurat.

Sampe paragraf ini, para ikan pembaca mungkin mulai bertanya-tanya, "Kok, jurusan Sastra Inggris gak beda jauh ama kursus bahasa Inggris, ya?" Saya akan menjawabnya dengan bangga dan jujur: Emang hampir gak ada bedanya semester-semester pertama ini sama kursus bahasa Inggris kebanyakan. Malahan, sama banget. Tapi, ada yang harus ditekankan nih. CUMA fase pertama ini aja loh yang mirip kursus bahasa Inggris. Mungkin karena, 1) mahasiswa dituntut untuk belajar bahasa Inggris dari dasar, dan 2) fase berikutnya akan sangat... sangat... sangat... brutal berbeda, jadi fondasi kebahasainggrisan mahasiswa harus udah kuat.

Oh iya, baru inget, selain dasar-dasar kebahasainggrisan, kita juga sebenernya belajar beberapa mata kuliah dasar peminatan. Peminatan di kampus saya sendiri kebagi jadi dua: literatur (sastra) dan linguistik (kebahasaan). Karena kita belum masuk tahap peminatan, di fase pertama ini, kita baru diperkenalkan sama dasar-dasar ilmunya, kayak pengantar sastra (Foundation of Literature, susah), pengantar karya fiksi (Exploring Fiction, buku teori-nya bisa jadi bantal), ilmu linguistik yang paliiing dasar banget (Phonetics, Phonology, Morphology), sama pengantar penerjemahan (Foundation of Translating and Interpreting). Embel-embelnya sih mata kuliah dasar, tapi hampir semua mata kuliah ini susah menantang banget buat dipelajari.

Intinya, di fase pertama ini kita adaptasi. Gak bakal terlalu kesulitan lah ngelaluinnya. Oh iya, selain mata kuliah-nya, banyak hal menarik lainnya di fase pertama ini:
  • Ospek/kaderisasi jurusan (saya gak lulus nih, ikan. Kenapa? Berhenti di tengah jalan. Padahal awalnya udah seneeeeng banget bakal disiksa selama kaderisasi ini, udah siap banget pokoknya buat bikin drama, nantang senior selama kaderisasi. Soalnya, waktu SMA kan saya gegedug ospek-nya, hehe. Eh, taunya kaderisasi-nya garing banget. Ada satu cerita nih. Kan ada tugas buat ngumpulin TTD senior gitu, terus saya sengaja gak minta satupun TTD biar bikin drama diamuk massa. Masa taunya gak diapa-apain, padahal pas ditanya sama senior, "kenapa kamu ga minta TTD kating", saya udah sengaja bilang "saya melihat tidak ada pentingnya meminta TTD senior", eh udah aja gak diapa-apain. Where's the ospek sensation, duh?)
  • Inagurasi angkatan (sebagai koordinator divisi acara tentu saya akan berkata, acara-nya sangat fenomenal. Mulai dari pertunjukkan mencari kutu yang sureal abis, sampe tiba-tiba ada kerusuhan bencana yang padahal udah di-setting. Wow!)
Sensesyenel
  • Masuk himpunan (saya masuk divisi Humas. Ini banyak banget drama-nya antara saya sebagai staf Humas yang pemalas dengan kakak-kakak tercinta-ku kadiv Humas dan BPM Humas hahaha apakabar kakak-kakak semoga sehat selalu
Numpang sibuk
  • Bikin pagelaran (ini tugas mata kuliah gitu. Kalau udah ada acara-acara gini sih udah pasti seru. Saya jadi staf divisi acara lah, sama perform juga jadi badut ala-ala)
Pagelaran

Fase 2: Peminatan (Semester 4) 
Nah, buat kalian yang mikir, apaan lah belajar gitu doang gampang. Kesulitan-kesulitan baru akan mulai datang di fase ini nih. Eh, belum sih, nanti deh di fase berikutnya. Di fase ini, kita baru mulai masuk tahap peminatan. Saya sendiri masuk ke peminatan Literatur atau Sastra. Sebenernya, peminatan di kampus ini gak begitu kerasa sih. Karena, tiap semester-nya, mata kuliah peminatan itu cuma antara satu sampai tiga mata kuliah aja. Sisanya, kita tetep lebih banyak belajar mata kuliah umum, kok.

Misal, waktu di semester 4 ini nih, ada 21 SKS kan, tapi mata kuliah peminatan sastra-nya cuma 2 SKS aja, yaitu Themes in Literature. Di mata kuliah ini, kita mulai belajar mengeksplorasi tema-tema yang ada dalam karya sastra. Mata kuliah ini adalah salah satu mata kuliah favorit saya, karena pada saat itu, dosen-nya sedang cuti hamil, jadi kelas dilaksanakan di rumah masing-masing alias LIBUR. Hahahaha. Tugas pengganti kelas-nya juga favorit banget, yaitu menulis esay sebebas dan sekreatif mungkin. Seneng banget kalo ada tugas menulis bebas kaya gini tuh, karena di fase-fase berikutnya saya udah mulai tertekan sama penulisan akademik. Ewh.

Rambut mahasiswaku

Peminatan ini krusial banget di kuliah, khususnya jurusan ini, karena topik skripsi kita nanti fix harus berdasarkan minat yang kita ambil. Jadi, misal, kalau kalian ambil peminatan sastra, maka topik skripsinya harus mengenai karya sastra dan pake teori sastra juga (meskipun ternyata pada akhirnya kita bisa loh loncat topik dari sastra ke linguistik jika dosen pembimbing menyetujui). Selain itu, kalau di 3 semester pertama kalian udah ragu-ragu sama salah satu di antara linguistik atau sastra, contohnya, "ih gue gak bisa deh berurusan ama morfologi" atau "apasih kritik sastra", peminatan ini penting banget. Kenapa? Karena mata kuliah peminatan di semester akhir nanti tuh banyak yang menyebalkan, khussunya bagi mereka yang gak menyukainya. Contohnya, ada mata kuliah studi film, sastra komparatif (buat yang literatur), atau analisis diskursus (linguistik) yang gak gampang sama sekali. Jadi, pilihlah bidang ilmu yang kalian minati, ikan!

Fase 3: Neraka Dunia (Semester 5-7)
Pernah gak sih pas kuliah ingin mati aja? Ya, di fase ini tuh saya bukan pengen mati lagi, saya udah mati, dan pengen hidup lagi. Saya yang awalnya mikir bisa lah melalui masa perkuliahan ini dengan mulus, mulai ngerasain siksaan neraka dunia. Padahal, para dosen sendiri udah mewanti-wanti bahwa fase ini bakal menandai siapa yang siap lulus dan siapa yang main-main. Saya tentu tidak dua-duanya, karena saya siap tidur.

Rasanya pilu banget kalau ngebahas panjang-panjang fase ini, coba kita bahas poin per poin aja beberapa mata kuliah di jurusan ini yang merepresentasikan neraka dunia.
  • Statistics (Semester 5): Saya masuk jurusan Sastra Inggris supaya gak ketemu Matematika lagi dan sekarang saya terpaksa harus bertemu dia lagi??? Kita memang tidak berjodoh.
  • Cultural Studies (Semester 5). Disini kita bener-bener dilatih buat berpikir kritis. Tentang konsep Self dan Other, rasisme, postkolonialisme, postmodernisme, bahwa budaya bukan hanya di permukaan-nya saja tapi selalu ideologis kalau diteliti sampai bawah, Said, Spivak, ya selamat menikmati saja. Mata kuliah inilah yang bikin saya gak bisa nonton hiburan dengan enjoy karena selalu terpaksa berpikir kritis, "eh jangan-jangan acara ini gini karena di balik itu semua ada ini?" Saya juga jadi jago berkonspirasi.
  • Speaking/Listening/Writing/Reading for Academic Purposes (Semester 5): Padahal, di fase awal, mereka-mereka ini tampak cukup mudah ya. Tapi, setelah masuk ranah akademik, kok mereka jadi tiba-tiba bikin stress. Dasar penulisan akademik! Segalanya kaku.
  • Functional Grammar (Semester 6): Mata kuliah linguistik yang tersulit. Satu kalimat bisa dimaknai banyak hal. Oke, pak Halliday, si gak ada kerjaan ngurusin hal-hal yang kaya gini.
  • Research Methods (Semester 6): TITIK TERKEJAM. Tugas penulisan proposal skripsi yang harus serba sempurna! Ya Allah, kuatkan hamba. Inget banget jam-jam terakhir sebelum deadline, itu pas bulan puasa, saya masih di Bab 1, mana mau muntah, lagi puasa, sakit perut, sakit kepala, mental udah gak karuan, udah mikir "ah udahlah gak usah dikerjain" tapi inget biaya UKT mahal, masih harus ngedit tugas Film Studies, udahlah plong banget neraka-nya. I was this close to losing my shit.
  • Film Studies (Semester 6). Berat banget sih ternyata belajar film tuh! Padahal di jurusan Sastra Inggris ini gak sampe belajar sinematografi-nya. Aduh itu yang namanya mise-en-scene, kumaha karep we. Terus kita disuruh bikin film pendek gitu kan sebagai tugas akhir-nya. Awalnya asyik, pas syuting juga gembira, eh pas proses pengeditan.... Sebut saja saya berkonflik dengan sang editor yang banyak protes tapi tak mau mengerjakan tugasnya dalam mengedit film. Pada akhirnya, saya sebagai sutradara terpaksa mengedit sendiri film ini.............. Dan deadline-nya berbarengan dengan deadline tugas proposal Research Methods. Terima kasih, neraka dunia. Oh iya, film-nya bisa ditonton di link ini.
Syuting film
  • Exploring Drama (Semester 6). Belajar karya-karya Shakespeare itu gak mudah sama sekali. Harus nulis esay tentang karya Shakespeare sama dengan berjalan di atas toilet. Terus, sebagai tugas akhir, kita harus bikin pagelaran drama gitu. Saya kepilih jadi salah satu aktor utamanya gitu kan. Capek lah pokoknya selama latihan dan persiapan-nya yang setiap hari. Tapi buat yang ini, segala usaha dan jerih payah-nya terbayar sih. Sukses!
Pertunjukkan drama "Bald Soprano"
  • Literary Theories (Semester 6). Gak ada satupun teori sastra yang bener-bener nempel di kepala saya yang isinya tahu tempe.
  • Copywriting (Semester 7). Mata kuliah yang awalnya menyenangkan tiba-tiba menjadi gelap setelah dosen murka karena kita jarang membaca materi. Semua langsung berubah 180°, mulai dari diadakannya UAS teori (bayangin, copywriting ada teori dan strategi-nya dan buku-bukunya yang tebel harus dihafal), sampe tugas akhir bikin iklan yang akan dipajang di pameran, deadline di malam tahun baru, dan dinilai sama adik tingkat yang mungkin ada dendam sama kita. 100!
Karya copywritingku. Barangkali ada yang minat mempekerjakan saya?
  • Children and Adolescent Literature (Semester 7). Mata kuliah peminatan terakhir yang saaaaaaaangat bikin greget. Bayangin, anak-anak dan buku-buku yang mereka baca, harusnya fun fun aja kan ya? Ini enggak! Gak ada yang namanya fun. Semua itu dikonstruksi secara sosial oleh orang dewasa. Wow! Tapi, pada akhirnya, kok topik skripsi saya tentang sastra anak ya?
  • Intercultural Communication (Semester 7). Kelanjutan dari Cultural Studies. Berpikir kritis mengenai komunikasi antarbudaya membuat saya ingin menangis di bawah kolam.
(katanya gamau bahas panjang-panjang?)

Ya, fase ini adalah fase yang (awalnya saya kira) paling sulit di masa perkuliahan (sampai akhirnya datang fase skripsi). Dosen-dosen mulai menaikkan ekspektasi dari 10 jadi 2.000.000, dan kita sebagai mahasiswa bener-bener dipecut buat tidak tidur semalaman, dua malam, tiga malam, sampai satu bulan.

Salah satu hal yang paling krusial di fase ini adalah pemilihan topik skripsi. Alhamdulillah, saya diberi keteguhan oleh Sang Pencipta, karena topik skripsi saya tentang 'humor di sastra anak' gak pernah berubah selama fase ini. Kalau aja saya di tengah jalan tiba-tiba pengen ganti topik, hahhh bisa mati pas seminar proposal. 

Ini tips penting sih, buat kalian yang lagi atau mau kuliah di jurusan sastra Inggris, pilih satu topik skripsi di awal semester 5 dan jangan pernah ganti-ganti! Kunci utama milih topik skripsi di bidang sastra adalah pemilihan buku yang bakal kalian kaji nanti, pokoknya harus bener-bener yang kalian sukai banget banget banget. Ini biar kalian bisa enjoy pas neliti-nya. Kalo topik-nya ganti-ganti, nanti bakal mumet lah pas jaman-jaman proposal skripsi sampe skripsi-nya itu sendiri. Jadi, usahakan udah memilih topik skripsi ya di awal semester 5, dan kalaupun tiba-tiba terbesit pengen ganti topik, wayahna weh kudu tetep berpegang sama topik skripsi yang satu itu.

Saya selama fase ini

Di fase sulit ini saya juga masih berkecimpung di himpunan sebagai senior kok. Saya masuk ke divisi publishing house yang mengurus pembuatan mading dan majalah online gitu tentang aktivitas di kampus. Seruuu, sih. Titik, tak ada koma. Sayang, saya gak pernah berkesempatan menjadi pejabat tinggi di himpunan. Kalau aja dikasih kesempatan, semua sudah saya rombak! Khususnya ospek jurusan. Dan kalau aja dikasih kesempatan, tentu saya akan mengulang mata kuliah yang saya sebutkan di atas. Jadi, thank u.

Fase 4: Skripsi, Neraka-nya Neraka (Semester 8)
Semua bermula dari seminar proposal skripsi. Setelah berhasil selamat dari tiga semester yang melelahkan, saya masuk ke ruang seminar. Saya genggam erat proposal skripsi saya, yang dibuat dari darah-darah yang telah habis bercucuran di mata kuliah Research Methods, dua semester sebelumnya. Saya tahan rasa ingin berak saya. Dua dosen penguji menatap saya dengan mata yang serius. Saya berusaha meyakinkan mereka bahwa meneliti humor di sastra anak sangatlah menarik. Alhamdulillah, tahap ini saya lalui dengan cukup lancar. Semua berkat Allah swt. Teguhlah dengan topik skripsi-mu, ya.

Lalu, saya menunggu informasi siapakah dosen pembimbing saya. SK itu tak kunjung datang. Sebulan kemudian, SK itu pun keluar. Dan, saya mendapatkan seorang dosen pembimbing. Beliau ternyata adalah ahli-nya dalam kajian sastra anak. Saya bersyukur sekali.

Lalu.... proses penulisan skripsi itu dimulai.
    aPa yAng HaRuS sAya Kerjakan???????????????
              teori saya tidak tepat......
                      teori saya tidak mencakup semua humor.
            saya harus ganti total teori................
                 buku yang telah saya pilih sptnya harus diganti karena tidak mencerminkan humor di sastra anak
        bab 1,2,dan 3 harus dirombak total.................
            mencari teori lain.............................

Bimbingan demi bimbingan berlalu.
                teori seperti apa yang harus saya cari??????????????
                 siapa di dunia ini yang punya teori humor??????
                           humor dalam masyarakat.
          saya tidak mengerti cara menjelaskan ini ya Allah..................
              saya harus mencari jembatan untuk teori ini supaya bisa masuk ke hasil penelitian??????
                       JEMBATAN APA?
                    ini salah
                    bab 3 salah
                    itu harus diperbaiki
                        tapi bagaimana saya harus memperbaikinya????
                ayah, ibu, tolong jangan tanyai saya dulu tentang kapan lulus karena saya hampir mati?????
                                 
Bulan demi bulan berlalu
                                selalu kurang.
                           selalu tidak sempurna.
                          selalu harus dirombak.
                                   saya masih tidak bisa menjelaskan.
                      kapan ini akan berakhir????
                                             buku ini tidak lucu.
                                                  bagaimana kalau diganti nak?
                                      bagian mana yang lucu coba jelaskan.
                                         kenapa ini konteks humor yang ini?
                               jangan gunakan bahasa yang terlalu tinggi kalau tidak bisa menjelaskan.
                                             ya Allah saya bingung
                                             ya Allah saya capek
                                             ya Allah saya ingin putus kuliah saja

Coretan bimbinganku

Sampai akhirnya, di awal bulan Agustus, setelah semua perjuangan keras yang hanta bisa saya gambarkan dengan kata-kata singkat di atas..... skripsi saya di-acc oleh dosen pembimbing! Alhamdulillah, saya berteriak sejadi-jadinya... AN ANALYSIS OF HUMOR IN COLIN THOMPSON'S THE FLOODS SERIES. Itulah judul akhir skrpsi saya, setelah melalui banyak perombakkan.

Lalu, beberapa minggu kemudian, sidang akhir pun datang. Apakah perjuangan saya selama ini akan terbayar dengan kebahagiaan? Yap, tidak. Ternyata sidang ini penuh drama juga, karena hampir saja saya disuruh MENGULANG SKRIPSI SAYA DARI AWAL. Tetapi, untung tidak jadi, dengan sedikit sentuhan humor dan rasa iba. Hahahahahaha. Ingin sombong tapi tidak boleh. Lalu, wisuda deh di bulan Oktober. Alhamdulillah, lulus! Masa perkuliahan pun berakhir! 

Rasanya untuk bagian penulisan skripsi, sidang, hingga wisuda ini, akan saya bagikan pengalamannya di tulisan berikutnya. Iya dong, karena bagian ini sangat sangat sangatlah penuh drama, pantas lah kalau mereka ditulis di bagian terpisah. Pokoknya, fase ini bener-bener ngelatih mental dan membawa saya untuk siap menyongsong fase kedewasaan dalam hidup. Gak juga sih. Pokoknya stres pisan lah. 

Selamat untuk saya, dan hanya saya.

Jadi, tips dari saya dalam mengerjakan skripsi? 
Sabar. Dengarkan. Sabar. Coba Lagi. Sabar. Jangan Ngotot. Sabar. Dengarkan. Sabar. Ikuti. Perbaiki. Doa 24/7

Tips di ruang sidang? 
Sabar. Humor. Sabar. Akui. Sabar. Jangan Ngotot. Sabar. Humor. Introspeksi Diri. Perbaiki. Doa 24/7.

*****
PADA AKHIRNYA.....
Itulah pengalaman kuliah saya di jurusan Sastra Inggris. Sebenernya banyak banget hal-hal yang gak sempet saya ceritain nih, ikan. Misalnya, konflik-konflik yang terjadi selama ini, hohoho. Nah, selama masa perkuliahan ini, saya yang tadinya sering banget mikir kaya "apa sih sastra? ngapain belajar kaya ginian? gak akan kepake juga di dunia kerja. apa gunanya? apa pentingnya" jadi lumayan ngerti deh sama fungsinya di hidup kita sehari-hari. Meskipun keraguan saya tentang sastra ada benernya sih, setahap demi setahap, saya mulai paham kenapa jurusan Sastra Inggris ini masuk ke dalem ruang lingkup Ilmu Humaniora, yang intinya bener-bener konsep ama pemahaman mengenai berkemanusiaan. Beda sama Ilmu Sains yang banyak perhitungan atau Ilmu Sosial yang lebih praktis. Betapa pentingnya sastra dalam hidup kita!

Alhamdulillah nih, karena jurusan Sastra Inggris-ku, saya masih menganggur loh sampai saat ini! HAHAHAHAHA. Dicukupkan sarkasme-nya. Itulah pengalamanku kuliah di jurusan sastra Inggris. Semoga bermanfaat ya. Jika ada yang mau ditanyakan, tulis saja di kolom komentar. Sampai jumpa, ikan!

3 komentar:

  1. Sekarang Kakak bekerja di mana? Pengalaman kuliah Sastra Inggris-nya dipakai di dunia kerja, engga?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haloo, terima kasih sudah mampir. Saat ini, saya bekerja di agensi kreatif sebagai copywriter. Sebelumnya, pernah jadi guru bimbel juga. Berdasarkan pengalaman saya sih, sangat terpakai ya karena kebetulan pekerjaannya masih satu bidang 😁

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus